Oleh: Sutrisno M. Ahmad, S.H (Mantan Ketua Dewan Mahasiswa UNISMUH Luwuk
Mantan Pengurus Cabang HMI-MPO Cab. Luwuk Banggai)
Undang-Undang Otonomi Daerah yang berlaku sejak 1999, telah menggeser posisi pemuda dan masyarakat dalam pembangunan. Pemuda dan masyarakat tidak lagi menjadi obyek pembangunan, melainkan menjadi subjek (pelaku) pembangunan. Yang menjadi objek adalah pembangunan itu sendiri.
Pemuda hari ini adalah pemimpin masa depan. Ungkapan ini begitu masyhur dan telah menjadi nyata. Selain itu juga adanya sebuah pernyataan bahwa masa depan terletak di genggaman para pemuda. Artinya, baik buruknya suatu bangsa di masa datang ditentukan oleh baik buruknya pemuda di masa kini. Ungkapan tersebutlah yang menjadi barometer dan standarisasi dalam pembinaan dan mendidik generasi muda untuk melanjutkan estafet perjuangan.
Pemuda diharapkan menjadi sebagai ‘agent of change’ yakni mampu menjadi generasi muda yang nantinya mampu menjadi ‘agen perubahan’. Agen yang siap merubah bangsanya menjadi bangsa yang besar dengan menjadi warga negara yang sadar akan nasionalisme. Nasionalisme berarti mencintai bangsa dan negaranya termasuk mencintai budaya, produk dan segala yang dimiliki oleh bangsanya. Kemudian kata ‘perubahan’ terdapat dua makna di dalamnya,pertama adalah peruabahan menjadi lebih baik. Ini merupakan harapan bagi seluruh bangsa, mempunyai generasi muda yang mampu merubah bangsanya menjadi lebih baik dalam segala hal.Kedua,adalah perubahan menjadi lebih buruk. Inilah yang menjadi kecemasan, ketika generasi mudanya bukan memperbaiki mmenjadi lebih baik tetapi malah menghancurkan dan merobohkan ‘tata bangunan’ kebangsaan yang telah dibangun para pendahulu. Jadi, agent of change adalah agen yang bisa membawa dan meperbaiki bangsa ke arah yang lebih baik, kalaupun sudah baik diperbaiki ke arah yang sempurna menurut manusia karena hanya Tuhan yang Maha Sempurna di alam semesta ini.
Karena itu pemuda Indonesia harus bisa merancang strategi pencapaian untuk mengembalikan jati diri pemuda Indonesia menjadi warga negara seutuhnya. Memiliki wawasan kebangsaan dan rasa cinta tanah air. Negara dan bangsa ini memerlukan orang-orang yang berkualitas untuk melanjutkan cita-cita perjuangan dan mencapai tujuan nasional. Oleh karena itu diharapkan di masa depan akan lahir pemimpin-pemimpin bangsa dari generasi muda yang berwawasan kebangsaan dan cinta tanah air.
Ada dua hal yang menonjol pada diri pemuda dalam sebuah gerakan. Pertama, kedudukannya sebagai basis operasional yakni Semangat serta kekuatan membuat seorang pemuda sangat efektif untuk peran operasional yang memang membutuhkan energi besar dan kedua, perannya dalam proses kaderisasi yakni dalam kaderisasi membutuhkan paradigma yang berkualitas yang mampu membuka wawasan untuk melihat kondisi serta mampu mengawal dinamika masyarakat disetiap zaman.
Peran besar pemuda dalam Proklamasi adalah drama heroik nasional yang tidak haus kekuasaan, jarang direnungkan. Dalam episode hari Proklamasi Kemerdekaan misalnya. Ketimbang melantik diri menjadi ”proklamator kemerdekaan”, sosok-sosok pemuda seperti Soekarni dan kawan-kawan lebih memilih menjadikan diri sebagai ”penculik” sang Proklamator (Soekarno-Hatta). Semangat peran pemuda ketika itu tidak dipenuhi oleh syahwat politik, tetapi kesadaran melihat fungsi peran diri untuk NKRI. Tercatat sejarah menjadi ”penculik” pun tidak masalah, jika memang itu yang terbaik untuk bangsa ini. Kurang lebih demikian yang mereka pikirkan. Saya hanya melihat bahwa peran yang diambil oleh para pemuda pada saat itu benar – benar sangat mengguncang hati nurani kita, apakah masih ada semangat dan nilai yang tulus dewasa ini dikalangan pemuda.
Kepemimpinan Pemuda yang diharapkan adalah kepemimpinan yang memiliki sifat kepemimpinan modern, seperti berorientasi jauh ke depan dalam menentukan kebijaksanaan dan memecahkan persoalan, masa yang akan akan datang selalu diperhitungkan. Kita bukan hidup untuk masa lampau, tetapi hidup untuk menyongsong masa yang akan datang. Sifat kepemimpinan modern yang kedua berlandaskan pola pikir ilmiah, dalam mengambil keputusan harus sesuai dengan permasalahan serta diperlukan data dan informasi sebagai analisis dan kesimpulan. Ketiga, berpegang pada prinsip efisien dan efektif, dipadukan dengan nilai atau azas Pancasila agar terdapat tercapai keselarasan, keserasian dan keseimbangan.
Semoga dengan tulisan ini dapat memberikan wawasan dan mengembalikan semangat pemuda untuk bersinergi bersama Pemerintah daerah dalam membangun daerah. (*)